Hari Ini Dimulai Pemulangan Jemaah Haji Hingga 12 Juli 2025

Penyelenggaraan ibadah Haji. Foto ilustrasi.
Penyelenggaraan ibadah Haji. Foto ilustrasi.

Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Muchlis M Hanafi menyebut, permasalahan tersebut dipicu beberapa faktor teknis, sosial dan kultural yang berdampak pada kepadatan tenda serta masalah distribusi logistik.

“Atas nama Ketua PPIH Arab Saudi, saya menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan sebagian jemaah haji Indonesia,” ucap Muchlis M Hanafi di Mekah, pada Sabtu, 7 Juni 2025.

Diungkapkannya, sejumlah fakta penyebab terjadinya masalah penempatan jemaah di Arafah. Pertama, ada sejumlah tenda yang sebenarnya masih menyisakan ruang tapi tidak bisa teroptimalisasikan untuk diisi oleh jemaah dengan berbagai alasan.

“Misalnya, tenda berkapasitas 350, sebenarnya baru dihuni 325 jemaah dari satu kelompok, namun tidak dapat diakses jemaah lain, bahkan meski dari markaz yang sama,” katanya.

Kedua, skema pemberangkatan jemaah berbasis hotel menyulitkan penataan dan penempatan jemaah. Penempatan jemaah di hotel Makkah pada dasarnya berbasis markaz dan syarikah. Namun pada praktiknya, ada juga sejumlah jemaah yang memilih berpindah hotel meski beda markaz dan syarikah, dengan berbagai alasan dan tidak selalu karena penggabungan pasangan.

“Karena sistem keberangkatan dari Mekah ke Arafah menggunakan pendekatan berbasis hotel, bukan berdasarkan markaz atau syarikah, maka tenda-tenda tertentu terisi penuh lebih dulu, bahkan sebelum jemaah yang juga dijadwalkan menempati tenda tersebut tiba di lokasi,” kata Muchlis.

Ketiga, jumlah petugas tidak sebanding dengan jemaah. PPIH Arab Saudi telah membagi tugas layanan kepada tiga daerah kerja (Daker). Daker Bandara bertanggung jawab dalam layanan jemaah di Arafah, Daker Mekah di Muzdalifah, sedang Daker Madinah di Mina.

“Dengan jumlah tidak terlalu banyak, petugas harus berjibaku melayani lebih dari 203 ribu jemaah yang tersebar di 60 markaz di Arafah. Ini menyebabkan kesulitan dalam membantu petugas Markaz dalam mengatur penempatan secara disiplin. Bahkan, banyak petugas yang kelelahan,” tuturnya.

Keempat, mobilitas jemaah yang tidak terkendali. Banyak jemaah berpindah tenda secara sepihak untuk berkumpul dengan kerabat atau kelompok bimbingan dari daerah asal.

“Perpindahan ini memperburuk distribusi beban tenda dan menyulitkan kontrol layanan secara keseluruhan,” paparnya.

Kondisi ini juga berdampak pada gangguan distribusi konsumsi jemaah. Selama di Arafah, jemaah haji Indonesia mendapatkan lima kali makan pada 8-9 Zulhijjah 1446 H. Penempatan jemaah yang tidak sesuai rencana, menyulitkan pihak syarikah/markaz mendistribusikan makanan dan logistik.

“Sebagian jemaah tidak mendapatkan jatah makan tepat waktu karena data distribusi di Markaz/Syarikah tidak cocok dengan kondisi riil,” katanya.

Artikel lain

Gubsu Bobby Berharap Pengurus KONI Sumut Andil Pemberantasan Narkoba

Ini Lima Poin Utama Operasional Ojol Dalam Regulasi Pemprov Sumut

Gerakan Bersama untuk Kaldera Toba, Tanam Pohon Serentak di Danau Toba

Dia menegaskan, permasalahan di Arafah akhirnya bisa diselesaikan. Hal itu tidak terlepas dari sejumlah langkah cepat dan strategis yang diambil PPIH Arab Saudi. (Rep-02)

Sumber: Kementerian Agama