Ketidakpatuhan pada Konvensi Anti-Penyiksaan (CAT): Tidak adanya mekanisme pencegahan penyiksaan dalam operasi militer di draf revisi mengabaikan kewajiban Indonesia sebagai negara pihak CAT.
Penghambatan Ratifikasi Statuta Roma ICC: Revisi UU TNI yang melindungi pelaku pelanggaran HAM berat bertolak belakang dengan komitmen Indonesia untuk segera meratifikasi Statuta Roma ICC, seperti dijanjikan dalam UPR 2017.
Kembalinya Dwifungsi TNI ala Orde Baru: Pasal-pasal revisi UU TNI yang melegalkan intervensi TNI dalam urusan sipil (misalnya program TNI Manunggal Membangun Desa dan operasi keamanan domestik) mengembalikan praktik dwi fungsi yang menjadi ciri represif Orde Baru. Padahal, UU No. 34/2004 telah membatasi peran TNI hanya untuk pertahanan eksternal. Dwi fungsi terbukti menjadi akar pelanggaran HAM, korupsi, dan kontrol militer atas politik sipil pada masa lalu.
“Atas dasar berbagai alasan tersebut, maka Koalisi memandang DPR dan Pemerintah sedang mengkhianati kewajiban Indonesia dalam menjalankan komitmennya di berbagai mekanisme HAM Internasional,” bunyi siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil pada Minggu, 16 Maret 2025.
Menurut Koalisi, revisi UU TNI ini tidak hanya merusak agenda reformasi sektor keamanan, tetapi juga menjadikan Indonesia sebagai pembangkang terhadap komitmen HAM internasional. Revisi UU TNI ini adalah pengkhianatan terhadap Reformasi 1998. Kembalinya dwifungsi TNI hanya akan memuluskan jalan bagi militerisme dan impunitas, seperti yang terjadi di masa Suharto.
Koalisi menuntut; Hentikan pembahasan revisi UU TNI yang cacat prosedur dan bertentangan dengan rekomendasi CCPR/UPR; Bentuk panitia independen untuk meninjau ulang draf dengan melibatkan Komnas HAM, korban pelanggaran HAM, dan masyarakat sipil, dan; Mendesak Komnas HAM dan Kementerian HAM memberikan desakan kepada DPR agar menjalankan rekomendasi-rekomendasi dan menolak RUU TNI.
“Koalisi memandang, jika draft ini dipaksakan, Indonesia akan menghadapi konsekuensi serius di berbagai forum HAM PBB, termasuk sanksi diplomatik Daniel Awigra, Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG).
Artikel lain
Setelah Kecurangan Minyakita Diungkap Kini Pelaku Kecurangan Gas Subsidi Ditangkap
AKBP Fajar Tersangka Pelecehan Seksual 3 Anak dan Sebar Konten Dewasa
Menteri Yandri Laporkan Kades Gunakan Dana Desa Main Judol
HRWG adalah koalisi 34 masyarakat sipil Indonesia yang berkomitmen mendorong akuntabilitas Indonesia dalam menjalankan prinsip dan komitmen terhadap hukum HAM internasional, di antaranya: Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Arus Pelangi, Asosiasi LBH APIK Indonesia, ELSAM, GAYa Nusantara, Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi (GANDI), HuMa, IKOHI, ILRC, IMPARSIAL, INFID, Institute for Ecosoc Rights, JATAM, Koalisi Perempuan Indonesia, LBH Banda Aceh, LBH Jakarta, LBH Pers, Migrant Care, Mitra Perempuan, PBHI, RPUK Aceh, SBMI, SETARA Institute, SKPKC Papua, Solidaritas Perempuan, TURC, WALHI, YAPPIKA, Yayasan Kalyanamitra, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Yayasan Pulih. (Rep-02)