Respons Revisi UU TNI, Connie Bakrie Tulis Surat Terbuka kepada Panglima TNI

Connie Rahakundini Bakrie. Foto Akun Instagram @connierahakundinibakrie.
Connie Rahakundini Bakrie. Foto Akun Instagram @connierahakundinibakrie.

Potensi Kepentingan Politik dan Bisnis dalam Pengelolaan MRO

Beberapa industri pertahanan nasional (PT PAL, PT DI, atau PT Pindad dan swasta), mungkin akan diuntungkan, tetapi tanpa mekanisme yang transparan, hal ini bisa menjadi ladang bisnis bagi kelompok tertentu, bukan demi kepentingan pertahanan nasional.

Untuk itu dengan segala hormat saya sarankan pada Panglima untuk segera mengadakan rapat luar biasa di Mabes TNI, melibatkan seluruh matra termasuk para perwira di Wantanas dan Lemhanas serta jajaran akademisi kampus bidang pertahanan keamanan dengan agenda merevisi putusan DPR dengan point:

1. MRO Harus Tetap Dikelola oleh Masing-Masing Matra: Pemeliharaan dan perawatan alutsista harus tetap menjadi kewenangan TNI AD, AL, dan AU. Jika perlu ada koordinasi, bentuknya harus dalam mekanisme supervisi, bukan pengambilalihan penuh oleh Kemhan.

2. Peran Kemhan Harus Dibatasi pada Pengawasan dan Kebijakan, Bukan Operasional: Kemhan cukup berperan dalam menyusun kebijakan umum pertahanan dan pengadaan alutsista, sementara MRO tetap menjadi tanggung jawab TNI dan matra terkait.

3. Harus Ada Pengawasan Transparan terhadap MRO: Jika MRO lokal ingin diberdayakan, maka harus ada mekanisme transparan dalam pengadaan dan pemeliharaan alutsista, bukan kemungkinan monopoli terselubung oleh Kemhan dan mitranya.

Sebagai penutup, saya ingin sampaikan kepada Panglima bahwa TNI harus bersikap dan bersuara tegas jika benar UU TNI bertujuan ingin membawa kemajuan bagi reformasi militer, maka yang dibutuhkan adalah:

1. Menegaskan kembali supremasi sipil dengan membatasi keterlibatan militer dalam jabatan-jabatan sipil serta memperkuat mekanisme pengawasan oleh DPR. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar menempatkan militer sebagai alat pertahanan negara, bukan sebagai aktor politik atau administrasi pemerintahan.

2. Menjaga profesionalisme TNI dengan fokus pada tugas utama pertahanan negara, mencakup peningkatan kualitas dalam pelatihan, modernisasi peralatan, pengembangan sistem informasi, penguatan doktrin, reformasi organisasi, perbaikan infrastruktur, serta optimalisasi logistik. Agar TNI dapat lebih siap menghadapi tantangan pertahanan yang semakin kompleks di era perang modern.

3. Bersikap tegas pada pasal terkait MRO. Keberlanjutan sistem pertahanan Indonesia sangat bergantung pada kemandirian dalam pemeliharaan dan perbaikan alutsista. Karenanya, TNI perlu memastikan bahwa kebijakan terkait MRO benar-benar memperkuat ekosistem pertahanan nasional untuk menentukan apakah Indonesia dapat membangun MRO serta industri pertahanan mandiri atau terus bergantung pada pihak luar.

Artikel lain

Dua Terdakwa Pembunuh Wartawan di Karo Divonis Seumur Hidup

Mudik Gratis TelkomGroup Lepas 2.300 Pemudik Menuju Kampung Halaman

Telkom Solution Hadirkan Solusi Digital Inovatif Segmen Market Enterprise Business di Indonesia

Jika prinsip-prinsip ini diakomodasi, maka UU TNI akan tetap sejalan dengan cita-cita membangun tentara yang profesional, kuat, dan handal. Sebaliknya, jika tidak segera dianulir, direvisi atau ditarik kembali, hal ini berpotensi menjadi kemunduran yang mengarah pada militerisme pemerintahan serta melemahkan profesionalisme TNI sebagai garda terdepan bangsa. Saya percaya bahwa TNI yang kuat adalah TNI yang profesional dan tetap berada dalam koridor konstitusi.  

Merdeka!!!

Salam hormat,

Connie Rahakundini Bakrie

St Petersburg, Russia, 28 Maret 2025.  (Rep-02)