SENI  

Pameran Lukisan Laila Tifah Bertajuk “Sri”

Laila Tifah.

Nama Sri dipinjam Laila Tifah dari tokoh dalam novelet karya Umar Kayam, “Sri Sumarah dan Bawuk” (1975). Cerita berlatar masa kelam bangsa Indonesia pada 1960an itu, menggambarkan perjuangan dan ketegaran perempuan Jawa. Sendirian Sri berjuang, menghadapi suaminya yang menikah lagi, anaknya diseret ke penjara dan menantunya hilang

RIENEWS.COM – Laila Tifah, seorang perupa perempuan Yogyakarta menggelar pameran tunggal di Jogja Gallery, mulai tanggal 7 hingga 17 Februari 2021. Pameran bertajuk “Sri” ini, hasil pergulatan diri atas eksistensinya selaku perempuan, subyektivitasnya menilai perempuan dan kecemasan yang beralih jadi gairah  berkarya.

Ada 35 lukisan dan 20 sketsa  disuguhkannya. Karya -karya dwimatra itu, ada yang baru dibuat tahun ini (2021). Terlawas pada 2004.

Di tangan lulusan Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia (FSRD-ISI) Yogyakarta (1992-1997) itu, lahir karya berkesan mistis, gelap  dan dalam. Ini adalah pameran tunggal kedua Laila Tifah setelah  “Malam pertama”, Jakarta, 2004.

“Bagian menantang dalam berkarya bagiku, bukan dari segi teknik atau media apa yang akan kugunakan. Tetapi, menjaga agar pikiranku selalu aktif, baik itu pikiran sadar maupun alam bawah sadarku. Itulah tantangan terberat, yang kuupayakan selalu ada dalam diriku,” demikian pernyataan Laila Tifah.

Tema yang mencuat dari karya-karyanya, adalah  akumulasi pikiran dan rasanya dalam kurun waktu lama. Hal itu muncul sewaktu-waktu dan menganggunya. Seolah minta digubah jadi sebentuk karya.

“Saat itulah aku sudah merasa cukup mendapatkan penafsiran akan suatu benda atau peristiwa,” tulisnya.

Menurut Laila, ide penciptaannya senantiasa berpangkal dari hal-hal yang dekat dengan dirinya. Apabila ada hal yang terasa jauh, dia mencari hubungan  terdekat, antara sumber ide tersebut dengan dirinya. Karenanya, dia menyebut karya-karyanya itu bersifat personal. Meski mengandung pesan, dia menyerahkan sepenuhnya tafsir atas karya-karyanya itu kepada penonton.

Baca Juga:

Program Vaksinasi Covid-19 Massal Harus Pertimbangkan Ketersediaan Tenaga Vaksinator

Karo Targetkan 1.880 Orang untuk Vaksinasi Covid-19 Tahap Pertama

“Penafsiran mereka sering memberi kejutan, dan terkadang kujadikan pertimbangan untuk kekaryaanku selanjutnya.”

AA Nurjaman, penulis yang mengantarkan pameran ini memaparkan, “Sri” untuk kaum perempuan Jawa, mengandung filosofi yang bersumber dari cerita legenda Dewi Sri;  Dewi Padi atau Dewi pertanian. Sri juga adalah gelar kehormatan bagi raja dan para pembesar, sebagaimana gelar Sri Baduga Maha Raja, nama kehormatan Prabu Siliwangi penguasa Pajajaran, atau Sri Amurwabhumi, gelar Ken Arok sebagai pendiri kerajaan Singasari.

Tapi nama “Sri” kali ini, dipinjam Laila Tifah dari tokoh dalam novelet karya Umar Kayam, “Sri Sumarah dan Bawuk” (1975).

Cerita berlatar masa kelam bangsa Indonesia pada 1960an itu, menggambarkan perjuangan dan ketegaran perempuan Jawa. Sendirian Sri berjuang, menghadapi suaminya yang menikah lagi, anaknya diseret ke penjara dan menantunya hilang dalam peristiwa Gestapu. Sri Sumarah berjuang untuk membesarkan Ginuk, cucunya.

Sri menjadi inspirasinya, untuk melihat ke dalam dirinya, dan memberikan makna untuk itu.

Karya-karyanya dalam empat tahun terakhir dilatarbelakangi oleh sakit diabetes yang menderanya. “Gejala awalnya selalu merasa lelah atau mudah capek, selalu mengantuk. Ketika diperiksa, ternyata kadar gula darah saya tinggi.” Laila Tifah dilanda kecemasan.

Ia lantas mengantisipasinya dengan mengurangi makanan berkarbohidrat tinggi, seperti nasi dan segala jenis kue.