Capres Anies dan Ganjar Deklarasi Dukungan Kemerdekaan Pers

Capres Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo deklarasi dukungan kemerdekaan pers di Dewan Pers, 10 Februari 2024. Foto Dok. Dewan Pers.
Capres Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo deklarasi dukungan kemerdekaan pers di Dewan Pers, 10 Februari 2024. Foto Dok. Dewan Pers.

Sementara ahli pers Bambang Harymurti meminta para capres dan cawapres terbuka pada kritik apabila terpilih sebagai pemimpin negara. Ia merujuk pada sosok mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, yang mendorong pers untuk terus mengkritik kinerjanya dalam pemerintahan.

“Siapapun yang akan jadi presiden, harapan saya, bisa nggak ya meniru Ali Sadikin dalam menangani pers dan menangani kritik? Saat jadi gubernur, beliau akan datang marah-marah ke tempat pers jika tidak ada kritik di media. Katanya, kalau nggak ada kritik, berarti kalian nggak kerja,” tutur Bambang.

Mantan Pemimpin Redaksi Tempo itu melanjutkan, semasa jadi gubernur, Ali memposisikan pers dan para aktivis sebagai partnernya dalam bekerja mengelola pemerintah Jakarta. Bahkan Ali Sadikin juga membantu pembangunan Komplek PWI, meskipun para wartawan sering mengkritiknya.

“Jadi saya minta, siapapun yang terpilih, bisa meniru beliau. Hingga kini, saya belum pernah ketemu lagi pejabat di Indonesia yang seperti itu,” jelas Bambang.

Sementara itu, mantan Ketua Dewan Pers, Prof. Bagir Manan, berterima kasih kepada para paslon yang berkomitmen untuk menjunjung tinggi kebebasan dan kemerdekaan pers. Namun ia mengingatkan bahwa kemerdekaan harus disertai kesetaraan dan persaudaraan.

“Tanpa kesetaraan, kebebasan bisa menimbulkan eksploitasi antara satu dan yang lain. Kami juga harus menjunjung asas fraternity, persaudaraan. Kita harus berlaku sebagai saudara, maka kita akan selalu berperilaku jujur pada diri dan bangsa. Kita akan solider pada apa yang terjadi di masyarakat,” papar Bagir.

Kemerdekaan Pers Tidak Statis

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menyebut, era reformasi merupakan titik balik yang menegaskan bahwa kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dijamin sepenuhnya oleh negara. Pada era Orde Baru, kehidupan pers nyaris penuh represi. Pembredelan menjadi sarana yang ampuh untuk membungkam hak konstitusional warga negara oleh penguasa dalam mencari, memperoleh, dan menyampaikan informasi. Pers menjadi tidak independen karena posisinya berada dan tunduk di bawah pemerintah.

Era reformasi merupakan simbol kekuatan rakyat yang menghendaki esensi demokrasi mewujud di negara ini. Esensi dari demokrasi adalah agar negara dapat menjamin hak-hak fundamental warga negaranya, di mana dalam sistem selain demokrasi, cenderung dikesampingkan.

Artikel lain

12 Parlemen Negara Asing Pantau Pemilu di Indonesia

H-6 Pemungutan Suara, KPU Masih Lantik Anggota KPUD Daerah

Kampus Ajarkan Mahasiswa Jadi Pemilih Cerdas dan Pengawas Pemilu

“Namun kemerdekaan pers bukanlah sesuatu yang statis terutama di tengah perkembangan teknologi digital dan media sosial. Perkembangan teknologi digital dan media sosial memberi ruang yang sangat luas bagi tumbuhnya hoaks, misinformasi, dan disinformasi. Situasi ini menantang pers untuk hadir sebagai penjernih dan rujukan informasi,” kata Ninik. (Rep-04)

Sumber: Dewan Pers