Namun, permohonan para Pemohon sepanjang pasal-pasal tersebut telah kehilangan objek. Sebab, Pasal 54C ayat (2) UU 10/2016 telah dimaknai secara bersyarat dalam Putusan MK Nomor 126/PUU-XXII/2024 yang sebelumnya telah diucapkan lebih dahulu pada hari ini. Karena itu, menurut Mahkamah, tidak relevan lagi untuk mempertimbangkan dalil para Pemohon a quo yang menyandarkan pada norma Pasal 54C ayat (2) UU 10/2016 yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
“Dengan demikian, dalil para Pemohon sepanjang berkenaan dengan Pasal 54D ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2016 harus pula dinyatakan telah kehilangan objek,” tutur Saldi.
Desain Surat Suara Calon Tunggal
Untuk pengujian materi Perkara Nomor 126/PUU-XXII/2024, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Pemohon.
Dalam amar putusannya, Mahkamah menyatakan Pasal 54C ayat (2) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat nama dan foto pasangan calon serta 2 (dua) kolom kosong di bagian bawah yang berisi/memuat pilihan untuk menyatakan “setuju” atau “tidak setuju” terhadap 1 (satu) Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota”.
Artikel lain
Polri Kembali Blokir Aset Situs Judol yang Diotaki Warga Cina Senilai Rp36,8 Miliar
DPR RI Kebut Revisi UU DKJ Selesai Sebelum 27 November 2024
Kehadiran Salah Satu Paslon Bupati Karo 2024 di Acara PMTK Disorot
Berikutnya, Mahkamah menyatakan Pasal 54D ayat (3) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Pemilihan berikutnya dilaksanakan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak hari pemungutan suara, dan kepala daerah/wakil kepala daerah yang terpilih berdasarkan hasil pemilihan berikutnya tersebut memegang masa jabatan sampai dilantiknya kepala daerah dan wakil kepala daerah hasil pemilihan serentak berikutnya, sepanjang tidak melebihi masa waktu 5 (lima) tahun sejak pelantikan”. (Rep-02)
Sumber: Mahkamah Konstitusi






